23 Mei 2009

Korelasi Ajaran Mahatma Gandi dan Bunda Theresa (Pidato seorang Pemimpin Ulung)

Inspirasi ini aku dapatkan dari seorang yang aku kagumi selama ini, Mantan Ketua Direksi Gelora Bung Karno Bapak Ir. Indra Setiawan, yang sarat pengalaman dalam memimpin perusahaan-perusahaan besar baik swasta maupun pemerintahan, dimana beliau ini telah banyak membawa perubahan dari sisi manajemen. Awalnya sendiri, Aku agak PESIMIS dengan kehadiran beliau, namun seiring berjalannya waktu hal itu merubah pandanganku kepadanya menjadi OPTIMIS.... OPTIMIS..... OPTIMIS........ dan ........BISA........ BISA........ BISA........

Rasanya hal ini tidaklah berlebihan, mengingat beliau adalah seorang Pemimpin yang ulung dimana dengan TANGAN DINGINNYA membentuk Slogan CATUR SUKSES dalam bentuk REVITALISASI, REGENERASI, GOOD CORPORATE GOVERNANCE dan COMPUTERIZATION sehingga mampu mendongkrak Kinerja dan Citra Gelora Bung Karno menjadi lebih baik dari sebelumnya, baik dari Segi Hukum, SDM, Keuangan, Pemasaran serta Sarana dan Prasarana. Ini semua tidaklah mudah dilalui dimana dalam waktu yang relatif singkat 3 tahun, beliau telah mampu membuat Surplus terus menerus, dan ini pulalah yang memudahkan Gelora Bung Karno untuk mendapatkan Status Badan Layanan Umum (BLU) Penuh.

Dalam suatu kesempatan disela-sela Acara Lepas dan Sambut antara Direksi Lama dan Direksi Baru tanggal 19 Mei 2009 beliau memberikan suatu pidato yang sangat menarik untuk kita kaji dan kita renungkan, dimana isi pidato tersebut beliau kutip dari Ajaran Mahatma Ghandi dan Bunda Theresa :

Ini adalah isi Pidato Beliau dikutip dari Ajaran Mahatma Ghandi :

  1. Kekayaan tanpa kerja (wealth without work)
    Orang didoktrin dengan slogan "Biarkan uang yang bekerja untuk Anda". Orang menanam modal di mana-mana dan tinggal ongkang-ongkang kaki menikmati hasilnya. Sementara para buruh pekerja bekerja dengan sekuat tenaga hanya untuk kepentingan pemegang modal dan digaji hanya layak untuk hidup mereka. Di banyak negara dunia ketiga bahkan mereka digaji dengan tidak layak. Para pekerja hanya dianggap sebagai sekrup industri seperti halnya mesin-mesin lain yang bisa digantikan dengan sekrup yang lain jika rusak.
  1. Kesenangan tanpa kesadaran (pleasure without conscience)
    Orang bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Sebagai pemilik modal, mereka tidak perlu terlalu peduli terhadap nasib buruh pekerja, yang penting modal mereka aman dan bisa terus berkembang.
  1. Pengetahuan tanpa karakter (knowledge without character)
    Para cendekia membebek pada kepentingan penguasa. Mereka tidak lagi memperhatikan moralitas dan kebenaran yang seharusnya dijunjung tinggi oleh para cendekia. Mereka lebih memperhatikan kepentingannya sendiri, yang penting mereka aman dalam posisinya. Saat mereka melihat suatu kesalahan atau kezaliman, mereka cenderung mendiamkan dan bukannya membela kaum yang benar atau kaum yang lemah.
  1. Perdagangan tanpa moralitas (commerce without morality)
    Kaum pedagang tidak memikirkan moralitas. Yang penting bagi mereka adalah keuntungan, keuntungan, dan keuntungan. Bagaimana mereka menipu para konsumen yang tidak berdaya. Mereka memonopoli setiap lini konsumsi masyarakat sehingga masyarakat tidak berdaya dan tidak bisa memprotes tindakan mereka. Setiap protes dari masyarakat selalu membentur tembok birokrasi, sementara pemerintah tidak peduli terhadap nasib masyarakat.
  1. Ilmu tanpa kemanusiaan (science without humanity)
    Ilmu ditegakkan tanpa mempedulikan lagi nilai-nilai kemanusiaan. Para ilmuwan sibuk membincangkan tentang norma ilmiah namun melupakan manusia yang harusnya menjadi dasar dari penegakan ilmu.
  1. Ibadah tanpa pengorbanan (worship without sacrifice)
    Orang-orang beragama tanpa peduli terhadap pengorbanan diri untuk mensucikan hati. Yang mereka pedulikan adalah penegakan hukum agama yang menurut mereka benar walaupun dengan cara itu mereka mengorbankan kepentingan orang lain. Mereka lupa terhadap prinsip-prinsip spiritualitas agama dan bahkan lebih memuja nilai luar agama ketimbang aspek substansi dari agama.
  1. Politik tanpa prinsip (politics without principle)
    Orang berpolitik tidak lagi mempunyai prinsip. Mereka sikut kiri sikut kanan, jilat atas injak bawah untuk kepentingan mereka sendiri. Orang berani menjilat ludah sendiri yang penting kepentingan mereka terakomodasi untuk bisa meraih kekuasaan.

Ini adalah isi Puisi Beliau dikutip dari Ajaran Bunda Theresa :

Orang sering keterlaluan, tidak logis dan hanya mementingkan diri;
bagaimanapun, maafkanlah mereka.

Bila engkau baik hati, bisa saja orang lain menuduh tanpa pamrih;
bagaimanapun, berbaik hatilah.

Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu, dan beberapa sahabat sejati;
bagaimanapun, jadilah sukses.

Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu;
bagaimanapun jujur dan terbukalah.

Apa yang engkau bangun selama bertahun-tahun, mungkin saja dihancurkan orang lain hanya dalam semalam;
bagaimanapun, bangunlah.

Bila engkau mendapat ketenangan dan kebahagiaan, mungkin saja orang lain jadi iri;
bagaimanapun, berbahagialah.

Kebaikan yang engkau lakukan hari ini mungkin saja besok sudah dilupakan orang;
bagaimanapun, berbuat baiklah.

Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu. Engkau lihat, akhirnya ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu;
bagimanapun ini bukan urusan antara engkau dan mereka.

Itulah sekelumit pidato beliau yang diambil dari beberapa tokoh dunia, namun apa yang telah anda bangun selama ini, membuat aku pribadi ANGKAT TOPI atas keberhasilannya, dan itu pulalah yang membuatku terinspirasi untuk selalu Semangat, Kerja Keras, Pantang Menyerah dan Perubahan Pola Pikir.

SELAMAT UNTUK ANDA YANG TELAH BANYAK MEMBERIKAN INSPIRASI KEPADA KITA SEMUA,

SEMOGA DILUAR SANA BANYAK TANTANGAN KEPEMIMPINAN MENANTI ANDA.

Diposting oleh Ram Syamsul Yulias, S.Kom, AM.Kom

Dari Pidato Mantan Ketua Direksi Pelaksana Gelora Bung Karno Ir. Indra Setiawan

Tidak ada komentar: